1)
MEMPENGARUHI PERILAKU
A.
Definisi Pengaruh
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2005: 849), “Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu
(orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan
seseorang.” Sementara itu, Surakhmad (1982:7) menyatakan bahwa pengaruh
adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam
yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya.
Jadi, dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh
merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang
maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga
mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya. Sedang menurut Wiryanto
pengaruh
merupakan tokoh formal maupun informal di dalam masyarakat, mempunyai ciri
lebih kosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding pihak yang
dipengaruhi.
B.
Kunci Perubahan Perilaku
Masyarakat
adalah kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi dan memiliki
komponen perubahan yang dapat mengikat satu individu dengan individu lain
dengan perilakunya. Sedangkan perubahan merupakan peralihan kondisi yang
tadinya buruk, menjadi baik. Masyarakat yang berubah adalah masyarakat yang
terdiri dari satu individu kepribadian (personality) baik. Personality tidak
dibentuk dari performance dan style seseorang, melainkan dari adannya daya
intelektual dan perbuatan.
Maka kunci
perubahan masyarakat adalah membentuk daya intelektual dan perbuatan yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sehingga terjadilah perubahan
perilaku yang secara otomatis diikuti dengan perubahan masyarakat. Maka,
persoalan kemiskinan bisa berubah jika terjadi perubahan perilaku di dalam
masyarakat. Perilaku yang akan menjadi kunci perubahan di masyarakat adalah
sikap yang mampu melalui berbagai benturan dengan gemilang, adanya kepercayaan
diri tanpa batas, dan tekad untuk terus berjuang hingga titik nadir. Perubahan
masyarakat akan berimplikasi terhadap perubahan individu, karena di dalamnya
ada interaksi sebagai kontrol sosial yang dapat mendidik manusia.
Kunci-kunci
utamanya ada 6, yaitu :
·
Courage : diperlukan keberanian,
kebulatan, tekad dan keteguhan hati
·
High confidence : kekuatan penggerak
hidup anda
·
Attitude : mental yang positif
·
New action: tindakan yang benar-benar
konsisten
·
Goal : target atau tujuan yang
benar-benar diinginkan
·
Excellence :menjadi yang terbaik
C. Model Mempengaruhi Perilaku
Cara mempengaruhi orang lain dengan
dasar Pendekatan Komunikasi Persuasi dikemukakan oleh Aristotle yang menyatakan
terdapat 3 pendekatan dasar dalam komunikasi yang mampu mempengaruhi orang
lain, yaitu:
·
Logical argument (logos), yaitu penyampaian
ajakan menggunakan argumentasi data-data yang ditemukan. Hal ini telah
disinggung dalam komponen data.
·
Psychological/ emotional argument (pathos),
yaitu penyampaian ajakan menggunakan efek emosi positif maupun negatif.
Misalnya, iklan yang menyenangkan, lucu dan membuat kita berempati termasuk
menggunakan pendekatan psychological argument dengan efek emosi yang positif. Sedangkan
iklan yang menjemukan, memuakkan bahkan membuat kita marah termasuk pendekatan
psychological argument dengan efek emosi negatif.
·
Argument based on credibility (ethos), yaitu
ajakan atau arahan yang dituruti oleh komunikate/ audience karena komunikator
mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidangnya. Contoh, kita menuruti
nasehat medis dari dokter, kita mematuhi ajakan dari seorang pemuka agama, kita
menelan mentah-mentah begitu saja kuliah dari dosen. Hal ini semata-mata karena
kita mempercayai kepakaran seseorang dalam bidangnya.
2) KEKUASAAN
A. Definisi
Kekuasaan
Menurut Miriam
Budiardjo (2002), kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk
memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari
pelaku. Sedangkan menurut Ramlan Surbakti (1992) Kekuasaan merupakan kemampuan
memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak
yang memengaruhi.
B. Sumber-sumber
Kekuasaan Menurut French & Raven
French dan Raven mendefinisikan kekuasaan
berdasarkan pada pengaruh; dan pengaruh berdasarkan pada pengubahan psikologis.
Pengaruh adalah pengendalian yang dilakukan oleh seseorang dalam organisasi
maupun dalam masyarakat terhadap orang lain. Konsep penting atas dasar
gagasan ini adalah bahwa kekuasaan merupakan pengaruh laten (terpendam),
sedangkan pengaruh merupakan kekuasaan dalam kenyataan yang direalisasikan.
French dan Raven mengidentifikasikan lima sumber basis kekuasaan.
Kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan.
2. Kekuasaan Paksaan (Coercive power)
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan.
3. Kekuasaan Sah (Legitimate power)
kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.
4. Kekuasaan Ahli (expert power)
Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diri pada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan.
5. Kekuasaan Panutan (referent power)
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi.
3) TEORI LEADERSHIP
A. Definisi Leadership
Menurut George
R. Terry (yang dikutip dari Sutarto, 1998 : 17) kepemimpinan adalah
hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain
untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Sedangkan menurut Rauch
& Behling (1984) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian
tujuan.
Menurut John
W. Gardner (1990) mendefinisikan kepimpinan sebagai proses Pemujukan di
mana individu-individu meransang kumpulannya meneruskan objektif yang
ditetapkan oleh pemimpin dan dikongsi bersama oleh pemimpin dan pengikutnya.
B. Teori-teori kepemimpinan partisipatifKonsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia
secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan Y
dimana teori X memandang manusia malas tidak suka bekerja menghindarkan
tanggung jawab suku dibimbing diperintah dan diawasi serta mementingkan diri
sendiri sehingga untuk memitivasi karyawan harus dilaukan dengan cara pengawasan
ketat, dipaksa, dan diarahkan supaya mereka mau bekerja sungguh sungguh
Sedangkan teori Y memandang bahwa manusia atau Karyawan itu Rajin, suka bekerja memikul tanggung jawab berprestasi, kreatif dan inovatif menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan,kerja sama, dan keterikatan pada keputusan.(Mc Gregor dalam Hasibuan 2001:1600)
Sedangkan teori Y memandang bahwa manusia atau Karyawan itu Rajin, suka bekerja memikul tanggung jawab berprestasi, kreatif dan inovatif menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan,kerja sama, dan keterikatan pada keputusan.(Mc Gregor dalam Hasibuan 2001:1600)
Menurut McGregor organisasi tradicional dengan
ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam
dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka
diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan
keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini
bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah:1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia ádalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan lepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jira keadaan sama-sama menyenangka.
2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumís dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan desempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
Teori Sistem dari Rensis Likert
1. Sistem pertama (exploitive authoritative)
Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana
segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan
balik. Pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahan,
suka mengekplotasi bawahan, bersikap paternalistik memotivasi dengan memberi
ketakutan dan hukuman-hukuman, diselang seling pemberian penghargaan yang
secara kebetulan (occasional reward), hanya mau memperhatikan pada
komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan
keputusan di tingkat atas.
2. Sistem kedua (benevolent authoritative/otokrasi yang baik hati)
Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana
manajer lebih sensitive terhadap kebutuhan karyawan. Mempunyai kepercayaan yang
berselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan
berikut hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan
pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi
wewenang dalam proses keputusan, bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan
sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasan.
3. Sistem
ketiga (manajer konsultatif)
Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari
masukan dari karyawan. Mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya
dalam perkara kalau ia memerlukan informasi, ide atau pendapat bawahan; masih
menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya;
mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan; dan juga
berkehendak melakukan partisipasi; menetapkan dua pola hubungan komunikasi,
iaitu ke atas dan ke bawah; membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada
tingkat bawah; bawahan merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang
bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasan.
4. Sistem keempat (partisipative group/kelompok partisipatif)
Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi
aktif dalam membuat keputusan. Mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap
bawahan; dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide
dan pendapat-pendapat lainnya dari bawahan, dan mempunyai niatan untuk
mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif; memberikan penghargaan yang
bersifat ekonomis dengan berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatannya
pada setiap urusan terutama dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian
kemajuan pencapaian tujuan tersebut; mendorong bawahan untuk ikut bertanggung
jawab membuat keputusan, dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan
tanggung jawab yang besar; bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan
Tannenbaum-Schmidt
Bagaimana bisa seorang manajer mengatakan gaya
manajemen apa yang digunakan? Pada tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren
Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul
dalam The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih
sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya
kepemimpinan adalah pilihan manajer. Di bagian atas diagram di bawah ini anda
akan melihat akrab “Hubungan Oriented” dan “Tugas Berorientasi” kontinum, yang
juga diberi label “Demokrasi” dan “otoriter.”
Berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan
dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap bawahan, namun
mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis
mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan mulai dari
autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang
mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain
model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan
pilihan individu. Para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi
pilihan tergantung pola kepemimpinan, seperti :
2. kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin)
3. kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt.
1. “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.
2. “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
3. “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
4. “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
5. “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
6. “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
7. “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.
Modern Choice Approach to Participation
Mitch Mc Crimmon (2007) menulis bahwa menjadi
pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan anggota tim dalam pembuatan
keputusan. Hal ini terutama penting manakala pemikiran kreatif diperlukan untuk
memecahkan masalah yang kompleks atau membuat keputusan yang akan berdampak
pada anggota tim. Sedangkan Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali
definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang
telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian,
semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros dan Butchatsky (1996), “leadership is
defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a
commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization
or common good”. Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan
sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para
anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan
manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), “leadership
means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way
that achieve high performance”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas,
kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain:
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
• Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
• Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya
• Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya.
• Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
• Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan
secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan
yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat
(“managers are people who do things right and leaders are people who do the right
thing, “). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok
secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga
seefisien mungkin.
Contingency Theory of Leadership ;
FiedlerModel ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit.
Fiedler memperkenalkan tiga variabel yaitu:
- task structure : keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task
- leader-member relationship : hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah.
- Position power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa power yaitu:
-> legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin
-> reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan
-> coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman
-> expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya
-> referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya
-> information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.
Path Goal Theory
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas
pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk
memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan
mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan.
Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif
memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian
tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah
dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin
dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai
sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan
memberikan motivasi sepanjang
(1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan
(2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
(1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan
(2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House
mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader,
supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader.
Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi
bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa
pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang
bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan
efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin
menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk
melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal
karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya
pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori
path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental
pressures and demmand (Gibson, 2003).1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
2) Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
3) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
4) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
4) MOTIVASI
A. Pengertian Motivasi
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan motivasi
sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk
mencapai suatu tujuan.
·
Samsudin
(2005) memberikan pengertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau
mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau
melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan
sebagai dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk
memuaskan dan memperahankan kehidupan.
·
Mangkunegara
(2005,61) menyatakan : “motivasi terbentuk dari sikap (attitude)
karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi
merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau
tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang
pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya
untuk mencapai kinerja maksimal”.
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat
dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan
itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat
ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian
yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis,
yaitu:
a. Pengukuhan
Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b. Pengukuhan
Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
C. Teori tujuan dan implikasi praktisnya
Teori ini
menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang
menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang
menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
a. Dia akan berorientasi pada hal hal
yang diperlukan
b. Dia akan berusaha keras mencapai
tujuan tersebut
c. Tugas tugas sebisa mungkin akan
diselesaikan
d. Semua jalan untuk mencapai tujuan
pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan
bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul
bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan
yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan
tujuan).
D. Teori hierarki kebutuhan
Maslow
a. Kebutuhan Fisiologis
Ini adalah
kebutuhan biologis. Mereka terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan
suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat karena jika seseorang
tidak diberi semua kebutuhan, fisiologis yang akan datang pertama dalam
pencarian seseorang untuk kepuasan.
b. Kebutuhan Keamanan
Ketika semua
kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku,
kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran
keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi
dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas). Anak-anak sering menampilkan
tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.
c. Kebutuhan Cinta
Sayang dan
kepemilikan, ketika kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan
fisiologis puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan
dapat muncul. Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan
kesepian dan keterasingan. Ini melibatkan kedua dan menerima cinta, kasih
sayang dan memberikan rasa memiliki.
d. Kebutuhan Esteem
Ketika tiga
kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untuk harga bisa menjadi dominan.
Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang mendapat
penghargaan dari orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk tegas,
berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain.
Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri dan berharga sebagai
orang di dunia. Ketika kebutuhan frustrasi, orang merasa rendah, lemah, tak
berdaya dan tidak berharga.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika semua
kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya maka adalah kebutuhan untuk
aktualisasi diri diaktifkan. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai
orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu “lahir untuk
dilakukan.” “Seorang musisi harus bermusik, seniman harus melukis, dan penyair
harus menulis.” Kebutuhan ini membuat diri mereka merasa dalam tanda-tanda
kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu, singkatnya,
gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai atau diterima, atau
kurang harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang.
Hal ini tidak selalu jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan untuk
aktualisasi diri.
Teori
hierarki kebutuhan sering
digambarkan sebagai piramida, lebih besar tingkat bawah mewakili
kebutuhan yang lebih rendah, dan titik atas mewakili kebutuhan aktualisasi
diri.
E. Kebutuhan yang relevan dengan perilaku dalam
organisasi
Kebutuhan aktualisasi diri, Maslow ingin dirinya
diakui oleh orang lain dalam organisasi yang ia geluti.
Daftar Pustaka :
Daftar Pustaka :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/teori-kepemimpinan/
wiryanto.
(2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:Grasindo
Edward
Hoffman. 1988. A Biography of Abraham Maslow. Los Angeles: Jeremy P.
Tarcher.
Alwisol. 2006. Psikologi
Kepribadian Edisi Revisi. Jakarta: UMM.