Cinta
adalah hasil akhir yang dicapai seseorang dari hubungannya dengan sesama ialah
cinta. Sebagai penjelasan adalah bahwa cinta merupakan perasaan yang paling
tinggi dan ikatan paling akhir diantara individu di suatu bangsa. Kadang-kadang
cinta timbul karena kekaguman terhadap kelebihan, sehingga muncul rasa hormat
dan cinta kepada orang yang memiliki kelebihan tersebut. Dimulai dari ketika
seorang anak mencintai kedua orang tuanya atau benda yang dekat dengan tangan
dan matanya, cintanya terus berkembang sesuai dengan perkembangan dan
pertumbuhan jasmani dan perasaannya. Sehingga menjalar ke lingkungannya yang
terbatas, sampai anak tersebut mencintai warga di sekitarnya.
Perkawinan
adalah keinginan terbesar para laki-laki dan perempuan ketika mencapai usia dewasa
adalah menikah. Dengan terwujudnya pernikahan, mereka akan memperoleh kebebasan
yang lebih dan juga memperoleh pasangan yang baik dan dapat dipercaya. Mereka
menganggap pernikahan merupakan awal yang sejahtera. Pernikahan dan
perwujudannya merupakan hasrat alami manusia yang terkait erat dengan naluri.
Pernikahan dapat membuat mereka menemukan pasangan yang baik dan setia yang mau
berbagi rasa dalam masa-masa senang maupun susah. Pernikahan adalah dambaan bagi orang yang
ingin menyempurnakan hidup dan kehidupan.
b. BAGAIMANA
MEMILIH PASANGAN
Memilih pasangan hidup merupakan sesuatu
hal yang sangat penting hukumnya atau (wajib), Karna dalam hidup apa lagi sih
yang kita cari kalo bukan jodoh kita. Salah satunya pasangan hidup merupakan
tujuan utama dalam hidup ini, karna menurut agama kenapa Allah menciptakan
Perempuan dan Laki-laki. agar mereka bisa hidup berpasang-pasangan.
Pilihlah karena Agamanya..
2.
kenali dengan cara menanyakan kepada orang yang paling dekat dengannya dan
dapat kita percaya..
3.
letakkan niat pada tempat yang benar, karena segala perbuatan membutuhkan dan
sangat dipengaruhi niat..
4.
Shalat istikharah untuk mohon petunjuk kepada ALLAH juga patut dilakukan..
5.
Apabila semua ini telah dilakukan, maka pasrahkan diri kepada ALLAH Subhanahu
Wata'ala akan keputusan-NYA, jangan keluh kesah, karena itu tidak akan pernah
menyelesaikan masalah..
6.
Dan terakhir, jangan bosan untuk berbekal ilmu pernikahan , karena berbekal
ilmu adalah lebih baik daripada tidak membekali diri pada saat masuk ke dunia
yang baru.
Hubungan dalam Perkawinan
Dawn
J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship
educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam
kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan
yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut
memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang
pasti. Bisa jadi antara pasangan
suami-istri, yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat menghadapi
dan melalui tahapannya. Namun anda dan pasangan dapat saling merasakannya.
Tahap
pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan
gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan.
Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam
situasi romantis dan penuh cinta.
Tahap
kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan
suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada
pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah
satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan
stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan
perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan
kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan
suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan
pasangannya. Banyak pasangan di tahap
ini memilih berpisah dengan pasangannya
Tahap
ketiga : Knowledge and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri
yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri
pasangannya. Pasangan ini juga sibuk
menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi.
Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk
meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua
atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
Tahap
keempat: Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah
laku yang berkenan di hati pasangannya.
Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda.
Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda
dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan
pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk
mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap
kelima: Real Love.
“Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
“Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
c. SELUK
- BELUK HUBUNGAN DALAM PERKAWINAN
Perkawinan
adalah nuklus sebuah masyarakat yang melahirkan hak dan kewajiban. Karena itu,
perkawinan diatur dalam sebuah hukum yang disebut hukum perkawinan.
Hukum
perkawinan Islam pada dasarnya adalah sebuah hukum yang bersifat diyâni, tetapi
kemudian dikembangkan sebagai hukum yang berseifat qadhâ’î berdasarkan politik
hukum Islam atau as-siyâsah asy-syar‘iyyah. Perkawinan diyâni diselenggarakan
sesuai nushûsh agama dari Qur’an dan Sunnah Nabi. Sedangkan perkawinan qadhâ’î
diselenggarakan sesuai dengan kebijakan tertentu pemerintah atau peraturan
perundang-undangan. UU No. 1 Tahun 1973 tentang Perkawinan menggabungkan kedua
bentuk hukum tersebut di mana dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa
perkawinan adalah sah bila dilakukan berdasarkan keyakinan agama dan perkawinan
tersebut dicatat oleh negara melalui lembaga pencatatan yang diatur berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Dalam istilah al-Qur’an, perkawinan disebut
an-nikâh dan az-zawâj. Kata asal an-nikâh berarti al-’aqd (perjanjian,
kontrak), kemudian digunakan untuk menunjukkan pengertian al-jimâ’
(persetubuhan). Sedangkan az-zawâj berarti perpasangan antara jenis laki-laki
dan perempuan, atau antara jantan dan betina, atau antara dua jenis yang
berbeda, tetapi menyatu dalam fungsi.[2] Dari pengertian ini, maka perkawinan
sesama jenis, seperti dilakukan oleh kaum homoseksual dan lesbian, sebenarnya
tidak dapat disebut perkawinan. Perkawinan sejenis ini adalah ibarat memakai
sepatu yang kedua-duanya kiri atau kedua-duanya kanan sehingga tidak dapat
dikatakan sebagai pasangan yang cocok. Di negara-negara tertentu yang
menjalankan politik sekularisasi, perkawinan pasangan berlainan jenis dizinkan
oleh undang-undang.
Jadi, perkawinan sebenarnya adalah pertemuan
dua orang manusia berlainan jenis, yang diikat oleh sebuah perjanjian sehingga
menyatu secara fisik dalam bentuk pesetubuhan serta hubungan badan lainnya dan
secara batin dalam bentuk ikatan batin untuk mencapai tujuan perkawinan.
Perkawinan
dimulai dari perjanjian antara calon suami dan calon isteri yang disebut
kontrak perkawinan (‘aqd an-nikâh). Kontrak ini dilakukan di depan seorang
penghulu sebagai pencatat kontrak, mirip seorang notaris dalam perjanjian
biasa, disaksikan paling tidak oleh dua orang saksi dan pembayaran mas kawin
oleh suami kepada isteri dalam jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Perkawinan
dapat disebut sebagai salah satu lembaga masyarakat yang melahirkan berbagai
hubungan. Pertama adalah hubungan darah kepada anak cucu. Kedua adalah hubungan
semenda kepada keluarga asal kedua belah pihak. Ketiga adalah hubungan
kewarisan. Keempat adalah hubungan hak dan kewajiban. Ini tentu di samping
hubungan ketetanggaan karena sebuah keluarga hidup salam suatu lingkungan
masyarakat. Begitu banyaknya hubungan yang dilahirkan oleh lembaga ini sehingga
memerlukan pengaturan yang rinci dari agama dan/atau perundang-undangan negara.
Perceraian
Perkawinan
sebagai kontrak dalam hubungan perdata dapat dibatalkan, tetapi sebagai
perjanjian bermakna keagamaan (mîtsâqan ghalizha) pada dasarkan tidak dapat
dibatalkan kecuali karena alasan-alasan pengucualiaan. Hal itu karena
perceraian walaupun pada dasarnya dibolehkan, tetapi merupakan suatu perbuatan
boleh yang dibenci Allah (abghadh al-halâl). Karena itu, berdasarkan as-siyâsah
asy-syar‘iyyah, negara melalui peraturan perundang-undangan dan lembaga
peradilan harus berupaya mencegah terjadinya perceraian.
Peningkatan
angka perceraian dalam keluarga merupakan salah satu ciri masyarakat modern,
tidak terkecuali di Indonesia. Hal itu mungkin berhubungan dengan nilai-nilai
kehidupan keluarga yang sudah mulai bergeser karena pengaruh budaya asing yang
masuk secara sadar atau tidak sadar ke dalam rumah tangga masyarakat Indonesia.
Peningkatan ini dapat dilihat dari jumlah perceraian yang tercatat melalui
proses hukum di pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri. Di
Pengadilan Agama, misalnya, yang menangani perkara khusus ummat Islam, perkara
perceraian menempati peringkat teratas dari semua perkara yang ditanganinya. Perceraian jenis kedua ini sering
terjadi begitu saja secara otomatis, terutama di daerah pedesaan, bila kedua
belah pihak atau salah satu pihak merasa tidak cocok lagi meneruskan perkawinan
karena sebab atau sebab-sebab tertentu sehingga mereka berpisah secara
baik-baik atau berakhir dengan kepedihan. Akibatnya mereka tidak mendapat
perlindungan hukum dan sering tidak mendapatkan hak-hak yang seharusnya
didapatkan. Bila salah satu pasangan atau keduanya meninggal dunia dan muncul
sengketa kewarisan, maka sering terjadi, salah satu pihak atau ahli waris
mereka menghubungi pengadilan untuk mendapatkan itsbat nikah. Jalan keluar ini
berlaku atau sepatutnya hanya berlaku untuk perkawinan yang dilaksanakan
sebelum UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Baik
perceraian tercatat maupun yang tidak tercatat, keduanya sama-sama menimbulkan
masalah dalam masyarakat. Perceraian akan memperbanyak jumlah janda dan duda,
anak tanpa kasih sayang ayah-ibu yang berpotensi melahirkan masalah kenakalan
remaja, keretakan antara keluarga asal, dan segala masalah yang ditimbulkannya
seperti penyakit stress, kejahatan sosial dan lain-lain. Tidak mengherankan
bila al-Qur’an menyatakan dalam awal surah an-Nisâ’ bahwa perkawinan yang sah
melahirkan kasih sayang dan ketenteraman dalam keluarga
Proses
perceraian di pengadilan juga melibatkan orang-orang terdekat dalam keluarga
sebagai saksi salah satu pihak atau kedua belah pihak, seperti anak, mertua,
saudara dan teman dekat. Orang-orang ini pun harus bekorban banyak, terutama
perasaan dan hati nurani, dalam peperangan antara suami-isteri yang ingin
bercerai. Mereka harus rela membuka rahasia keluarga mereka atau bahkan berbohong
untuk menutup rahasia tersebut atau untuk memenangkan salah satu pihak yang
mereka bela.
Dari
kasus-kasus perceraian yang diajukan ke pangadilan, tampak bahwa penyebab
perceraian atau alasan-alasan yang digunakan oleh suami atau isteri cukup
beragam. Penyebab atau alasan-alasan tersebut biasanya karena:
1.
perlakuan yang tidak hormat atau apa yang dipandang pelecehan dari satu pihak
kepada pihak yang lain.
2.
kecemburuan salah satu pihak disebabkan kedekatan isteri atau suami dengan pria
atau wanita lain.
3.
masalah anak baik anak sendiri maupun anak bawaan dari perkawinan sebelumnya.
4. campur tangan pihak ketiga (misalnya mertua
atau another man or another woman dalam kasus perselingkuhan).
5.
masalah ekonomi
d. Penyesuaian
dan pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam
hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam
sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi
yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat.
Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu
ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti
ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
e. Perceraian
dan pernikahan kembali
Pernikahan
bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya,
pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian
mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan
mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan
sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami.
Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik
atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal
yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan
daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan
karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu
berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang
baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa
daya tarik itu akan mulai menghilang pula.
Esensi
dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang.
Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan
bersama.
Jika
ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal
tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati, menikah Kembali
setelah perceraian bisa menjadi kan pengalaman, tinggalkan masa lalu dan
berharap untuk masa depan yang lebih baik lagi dari pernikahan sebelumnya.
f. Single
Life
Perkembangan
jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum
bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang
kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap
hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi
tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam
memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang
bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak
pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi
masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman,
juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang,
mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria
maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup
menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan
yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin
kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati
kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi,
tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu. Banyak
pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih
mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi
dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah
diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke
luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah
menikah. Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria
sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah
pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa
hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang
dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Tidak
dapat dipungkiri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah,
memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang
seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa
jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah
alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang
adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati
hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah
menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan
melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah
pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu
jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu
bersama di hari tua.
Sumber
:
www.dudung.net/artikel-bebas/cinta-dan-perkawinan-menurut-plato.html
Makalah
ini dikembangkan dari 3 tulisan penulis: (1) “Perkawinan”[Buletin Dakwah, No. 11
Thn. XXII, 18 Maret 2005], (2) “Perdamain di Kalangan Ummat” [Buletin Dakwah,
No. 12 Thn. XXXII, 25 Maret 2005], dan (3) “Perceraian” Buletin Dakwah, No. 31
Thn. XXXII, 5 Agustus 2005.
Selamat,
Kasmuri, (1998). Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga (Panduan Perkawinan).
Jakarta : Kalam Mulia
Miftachr,
2010. Pengertian Munakahat Pernikahan, Artikel, (Tersedia online di
http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/04/pengertian-munakahat-pernikahan/ diakses
pada tanggal 6 Mei 2011).